• Dilema dua garis

    Menikah selama hampir 6 tahun dan belum dikaruniai putera itu sesuatu. Sesuatu yang berat jika kita menjadikannya beban. Hikmah jika kita menjadikannya pelajaran.
    Dulu di permulaan menikah, hasrat untuk segera memiliki keturunan itu belum ada. Just let it flow. Dan ternyata hal yang sama juga dirasakan suami. Kalaupun dikasih Alhamdulillah tapi berharapnya belum dulu. Jangan meniru ini ya pengantin baru, percaya atau tidak itu bisa jadi doa. Yang bisa dikabulkan kapan saja kalau-kalau malaikat lewat dan doanya terkirim ke langit.

    Ala-ala masih pengen pacaran karena perkenalan ga terlalu lama terus menikah. Tak terasa setahun berlalu eh kok keenakan? Tanya saudara kok belum isi? Sambil mikir asal jawab sambil menghibur diri. Memang sengaja ditunda :-(
    Honestly kami terlena. Berjalannya waktu semakin banyak yang bertanya kok jadi semakin tersudut ya. Mostly hanya nanya, ga ada solusi cenderung mengasihani. Oh no, ini ga sehat untuk jiwa kami. Dengan greget 60% lingkungan 40% keinginan kamipun memutuskan cek ke dokter kandungan. And yes, pihak wanita lah yang dicek lebih dulu. Kondisi rahimnya normal atau tidak, ada kista atau kelainan apa. Dan thank God ga ada masalah sama sekali. Berbekal resep dokter yang isinya vitamin untuk suami dan saya, pulanglah kami dengan perasaan agak lega. Setidaknya kalau ada yang bertanya lagi, kami bisa menjawab belum waktunya dan kami sehat-sehat saja.
    Tahun kedua, masih belum ada tanda-tanda kehamilan. Kegelisahan itu mulai datang lagi. Kepedean yang mulai turun dari pihak suami, karena kadang ada juga anggota keluarga yang nyeletuknya tajem. Perhatian-perhatian bernada penyesalan kenapa belum punya anak juga, itu semualah yang definitely membuat kami ngerasa sumpek.
    "Mosok kalah sama si A, nikah baru aja udah hamil"
    "Eh pinter loh si B itu, cepat punya anak ga lama-lama"
    "Ikut KB ya kok nggak segera punya anak?"
    "Mandul kali ya kok belum hamil juga?"
    "Ga enak loh ga punya anak itu, ayo segera"
    And so on pertanyaan yang bersliweran di telinga. Meski nyelekit dan kadang bikin sakit hati, kami hanya bisa senyum menegarkan diri. Karena mereka tidak di posisi kami jadi bisa berkata seperti itu. Ya tidak apa-apa mungkin mereka merasa lebih.
    Tahun ketiga, komunikasi itu perlu. Di tahap ini kami udah mulai kebal dengan pertanyaan. Sebisa mungkin kami memilih kesibukan yang bisa mengalihkan perhatian kami ke hal-hal yang lebih mendekatkan dan menguatkan bonding di antara kami. Ya hidup ini antara saya dan dia. Kami lah yang paling bertanggung jawab atas kebahagiaan kami. Jangan sampai orang lain dengan segala komentarnya mengusik ketentraman kami yang saat ini memang masih berdua saja. Rekreasi sana sini. Honeymoon, katanya.
    Masuk ke tahun keempat kesibukan pada karir masing-masing membuat jarak. Ya meski ketemu tiap sore, kedekatan itu tidak terasa. Entah ada kejemuan sendiri, atau kejenuhan atas dua yang tak jua tiga. Atau karena yang di luar sana lebih memforsir pikiran dan tenaga. Yang pasti energi untuk rumah ini tak lagi bergelora. Masuk kelima tahun. Segala keabu-abuan harus dihentikan. Sampai kapan terus begini. Bahaya bisa bubar jalan. Sambil memperbaiki intimacy, kami memutuskan untuk, ya, kita cek lab ajah. Meski akhirnya di tengah perjalanan kami putuskan untuk menundanya lagi. Silaturahmi intens dengan keluarga besar justru membuka mata. Bahwa membahagiakan mereka itu sepertinya lebih prioritas. Dilakukan sebisa kami. Mungkin ini waktunya kebermanfaatan kami untuk keluarga. Keluarga bukannya tidak tahu, mereka mengingatkan kami untuk lebih fokus ke anak. Kami hanya tersenyum, ah ada jatahnya sendiri untuk itu.
    Dan lalu, tahun ini, 2 bulan lagi tidak terasa hampir tahun ke enam. Anniversary nanti pas lebaran ya :-) Terasa hepi tapi sepi.
    Lalu tanda itu hadir mengubah segalanya. Setelah 6 minggu hadirmu, ibu baru tahu. 4 kali 2 garis yang membuat ibu berdegup. Senang tapi juga takut. Sampai pada akhirnya dokter mengatakan IYA sudah ada detak jantungnya. Ibu merasa takjub. Terimakasih karena sungguh kedatanganmu menjadi kejutan luar biasa buat kami. Rupanya kamu ingin ibu banyak istirahat ya nak untuk menyambutmu. Sakitnya ibu beberapa waktu lalu itu untuk mempersiapkan hadirmu ya :-D
    Sakit yang membawa hikmah, berkah, kamu. Tuhan, betapa bahagianya aku!!!

0 pemerhati: