• Bahagiaku, kamu

    Pada sebuah malam, dalam penantian penuh kesibukan.
    "assalamualaikum sayang", sapanya penuh keceriaan meski kali ini lebih larut sampainya di rumah.
    "waalaikumsalam cinta", sambutku sambil mengecup tangannya takzim.
    Sembari melucuti busana kerjanya hari ini, dia memerhatikanku yang kembali asik dengan mesin dan jemuran.
    Untuk kemudian menghempaskan tubuh lelahnya di depan tivi, menarikku yang sempat melewatinya sambil bertanya "masih lama kah?" kusahut pendek "ini yang terakhir" dan aku tersenyum.
    "Hai" kuhampiri dia yang sudah asyik dengan cemilan di pangkuannya. Dia selalu begitu, bisa menemukan apa saja untuk mengisi perutnya tanpa merepotkan aku. Kusandarkan tubuhku di sampingnya, berhaha hihi menikmati komedi di sebuah saluran favorit kami. Kemudian dia berkata "Yank, maafin aku ya sering lembur. Persiapan UNBK ini menyita waktu karena sekolah kita peserta terbanyak". Aku menoleh untuk tersenyum. Aku mengerti dan aku bangga dengan apa yang diperjuangkannya. "Aku minta maaf karena ga bisa nemenin kamu sepulang kerja, karena ga bisa bantu kamu memasak, biasanya bantu nyuci sekarang jadi ayank semua yang ngerjain. Maafin aku ya cinta", tambahnya. Dan itu membuatku semakin bersyukur membersamainya. Lelaki ini memang luar biasa. Semakin hari semakin kurasai betapa besar kasih sayangnya padaku. Dia tak canggung memotongkan sayuran, ga malu menjemur pakaian, juga pemijat yang begitu cekatan. Sungguh dia bukan SSTI, kalaupun ada yang nyinyir dia menyahuti begini "Dia kucari sebagai istri. Samasekali bukan untuk jadi pembantu". OMG nikmat apalagi yang hendak kudustai?


    Dia memang tidak romantis, cenderung pencemburu, tapi dia lucu, kalau aku marah dia mendengarkanku, lalu membuatku tertawa dengan roman mukanya yg manis dan mata berbinar mencandaiku. 5th kebersamaan membuat dia mengerti marahku luapan kesalku, itu penting. Agar setelahnya ringan hatiku, lapang jiwaku untuk kembali menjadi kesayangannya yang baik hati dan menyenangkan. Aku juga jadi paham, marahnya semata untuk kebaikanku, aku selalu menangis kalau dia marah. Bukan karena kata-katanya menyakitiku, semarah-marahnya dia tidak pernah memaki, tapi karena dia tau betapa keras kepalanya aku, sehingga harus sedikit memaksa demi menjagaku. Aku memang bukan perempuan yang mudah. Egoku tinggi, tidak mudah menggantungkan diri sesulit apapun situasi. Tapi lelakiku tau, aku memerlukan dia, tanpa aku pinta, sekeras apapun aku menolak, dia akan memaksa untuk membantu. Dan dia mendapatkan hatiku karena itu. Setiap kali dia melakukannya, aku menangis, karena telah runtuh angkuhku, dia dapati hatiku...